Wacana gerakan perubahan sering dimaknai secara kental di bidang
politik, ekonomi, hukum, dan lembaga-lembaga negara. Padahal, perubahan
di bidang-bidang itu dapat berlangsung apabila gerakan perubahan dapat
menjiwai roh kebudayaan Indonesia yang telah menjadi akar adab dan
peradaban bangsa Indonesia selama ini.
Pola pemikiran kontinental, seperti demokrasi, jangan diambil dan
diterapkan mentah-mentah di Indonesia. Sebab, budaya Indonesia ini
sejatinya adalah maritim (kelautan), bukan kontinental seperti di Eropa.
Dalam budaya maritim, misalnya, kita tidak mengenal individualisme.
Sebab bangsa maritim menerjang lautan dengan kebersamaan (kolektivisme).
Contoh lain dari budaya maritim, adalah pemikiran yang terbuka (open
minded). Masyarakat maritim, membentuk kota-kota pelabuhan
(bandar-bandar). Sebagai Bandar, masyarakat terbuka pada hal-hal yang
asing, kedatangan bangsa-bangsa asing untuk berdagang, dan akhirnya
bersentuhan dengan budaya-budaya asing. Karena itu, sejatinya Indonesia
percaya diri dengan budayanya, tidak takut terhadap hal-hal yang asing.
Kita tidak punya sikap Xenophobia.
Demikian pentingnya kebudayaan dalam menuntun seluruh aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga keberadaan bangsa sepenuhnya
ditentukan oleh budaya. Negara bisa saja gagal, tetapi selama budaya
masih hidup dan berkembang maka bangsa akan tetap ada. Tetapi, apabila
budaya dibuang dan punah, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang
gagal.
Karena itu, gerakan perubahan jangan hanya
berkonsentrasi pada perubahan politik, ekonomi, hukum dan
lembaga-lembaga negara, melainkan harus pula menekankan aspek
kebudayaan. Penekanan pada kebudayaan akan membuat gerakan perubahan
terus hidup dan mengilhami seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dhenny Farial Pratama, ST
Wakil Ketua Umum - DPP APPI (Aliansi Pemuda Pekerja Indonesia)
Staff Kelautan dan Masyarakat Pesisir - DPP AMPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar