"Welcome to my Blog"

Selamat datang di Blog saya. Bienvenue sur mon Blog. Willkommen in meinem Blog. Benvenuti nel mio blog. Welcome to my Blog. Bienvenidos a mi blog. Welkom op mijn Blog.

Jumat, 13 Juli 2012

MEREFORMASI SECARA RADIKAL SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA



Sangat ironis melihat sistem pendidikan di Indonesia di era digital sekarang ini. Banyak sekolah-sekolah negeri di indonesia yang perlu di reformasi secara radikal dalam sistem belajar mengajar nya. Kita perlu secara aktif merumuskan kembali masa depan pendidikan di indonesia. Karena saat ini sistem pendidikan tradisional telah usang.
Kita perlu mengganti model 'ban berjalan' seperti saat ini dengan belajar 'mandiri' berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif modern, termasuk penemuan, pemaknaan, keterlibatan penuh, dan pengujian. Dengan demikian, kecintaan belajar secara alami akan tumbuh dalam diri setiap orang.
Kebutuhan akan arti penting sebuah pendidikan dirasakan semakin mendesak pada beberapa tahun terakhir ini. Dan dunia telah berubah begitu drastis sehingga diperlukan suatu reformasi radikal dalam sistem persekolahan jika kita ingin memasuki era digital seperti sekarang ini dengan lebih tegar. Banyak negara lain yang juga sedang mencari jalan baru menuju reformasi pendidikan.
Jika tujuan kita hanyalah menciptakan sekolah-sekolah terbaik di dunia, jawabannya sangatlah sederhana : temukan ide-ide terbaik yang telah teruji dan kaitkan hal itu dengan kebutuhan kita.
Akan tetapi, revolusi yang sebenarnya bukan hanya soal proses belajar mengajar, melainkan soal pembelajaran: menemukan cara belajar, cara berfikir dan teknik-teknik baru yang dapat diterapkan pada masalah dan tantangan apapun, untuk semua tingkat usia.
Ada beberapa langkah yang dirasa sangat penting didalam mereformasi sistem pendidikan di Indonesia secara radikal untuk menuju ke dalam masyarakat pembelajaran di era digital ini. Dan langkah-langkah ini hanya dapat dijalankan dengan peranan pengajar (guru) di sekolah serta peranan dari orang tua sendiri. Berikut adalah paparan langkah-langkah yang harus kita lakukan dalam merombak system pendidikan kita sekarang ini.
 
Peranan Orang Tua :

  • Setiap pelajar wajib memiliki komputer laptop masing-masing.
  • Setiap rumah harus memiliki pesawat gabungan televisi-komputer dengan harga yang terjangkau.
  • Setiap orang tua dilatih untuk mengembangkan potensi awal anaknya yang menakjubkan, agar mereka mengenali karakter, gaya berfikir dan gaya belajar anaknya yang unik.
  • Setiap anak yang berumur 4 tahun dapat mengeja, membaca dan menulis; dapat menghitung, menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi; dapat mengarang cerita, menggambar dan melukis; dapat menguasai tiga atau empat bahasa dan mereka mempelajarinya secara menyenangkan melalui berbagai permainan.
  • Kesehatan setiap anak sejak lahir harus dimonitor secara teratur untuk memastikan bahwa penglihatan, pendengaran dan indra-indra yang lain dapat berfungsi dengan baik.
  • Setiap anak yang berusia 5 atau 6 tahun mengawali sekolah dengan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi mereka secara penuh.

Peran Guru

  • Setiap orang, dari segala umur harus memiliki akses langsung ke guru-guru terbaik di dunia tentang topik apapun.
  • Setiap orang dapat memilih apapun yang diminatinya dari perpustakaan, museum sains interaktif dan galery seni terbaik di dunia.
  • Setiap orang harus berhubungan dengan orang-orang lain di seluruh dunia secara teratur dan merancang permainan elektronik sendiri guna mengajarkan topik yang mereka minati.
  • Sekolah menjadi ajang kegiatan paling menarik di lingkungan tempat sekolah itu berada. Dari sinilah mereka di arahkan untuk menjelajahi seluruh dunia pengalaman dan pengetahuan.
  • Guru adalah tenaga profesional yang di gaji tinggi dan sangat di hargai.
  • Para guru yang berpengetahuan luas tentang mata pelajaran tertentu menggunakan dunia ini sebagai ruang kelasnya. Buku ajar (textbook) yang dipakai berupa permainan pendidikan multimedia yang interaktif, yang dirancang oleh tim ahli yang berpengalaman luas dalam membuat permainan komputer Nintendo, iklan TV dan program TV profesional.
  • Setiap guru adalah manager terlatih yang mengelola pusat belajar; disini mereka bertindak sebagai mentor seperti pelatih olahraga yang andal.
  • Setiap orang, dari segala umur dapat merancang kurikulum sendiri dan mengakses sumber-sumber informasi untuk mempelajari hal-hal yang mereka minati dengan cepat dan mudah.
  • Semua lulusan sekolah harus mampu mengembangkan kompetensi yang lebih tinggi daripada lulusan sebelumnya dalam kemampuan dasar, seperti membaca, menulis, matematika, sains, geografi, sejarah dan pengetahuan umum. Apa yang disebut sebagai kemelekan budaya (cultural literacy).
  • Tiga "mata pelajaran" utama yang di ajarkan di sekolah adalah belajar tentang cara belajar, cara berfikir dan cara mengelola masa depan diri sendiri. Akan tetapi, semua itu tidak di ajarkan sebagaimana mata pelajaran biasa, tetapi diintegrasikan sebagai model yang berlaku untuk semua mata pelajaran.
  • Sekolah itu sendiri dirancang ulang seluruhnya. Sekolah dijadikan pusat sumber pengetahuan dan pembelajaran masyarakat.
  • Kursus pengantar tentang ribuan topik dari akutansi, desktop publishing, penulisan buku, hingga pemeliharaan lebah, semuanya tersedia melalui World Wide Web dan dipadukan dengan pelatihan di pusat pembelajaran masyarakat setempat. Lazimnya kursus berlangsung selama satu hari hingga enam minggu.
  • Bergantung pada keinginan masyarakatnya, setiap sekolah dapat memiliki usaha pertanian, perkebunan hutan, penetasan ikan, penerbitan koran atau penyiaran. Di situ ada industri percontohan yang memungkinkan para siswa menguji pengetahuannya melalui praktik ekonomi, sains, akuntansi dan hasilnya dapat dijual kepasaran.
  • Setiap orang adalah guru dan sekaligus murid.
  • Para remaja penggemar internet dan komputer wajib mengajari dan melatih para orang tua dan kakek nenek mereka di pusat belajar masyarakat.
  • Siapapun yang ingin bekerja pasti akan dipekerjakan. Namun, disebagian besar negara maju hanya sedikit orang yang bekerja dari pukul 9 pagi sampai 5 sore di perusahaan-perusahaan besar. Sebagian besar orang bekerja mandiri di bidang pekerjaan yang mereka sukai, dengan menjual barang dan jasanya di internet ke ceruk-ceruk pasar di seluruh dunia.
  • Hampir semua perusahaan adalah organisasi pembelajar. Peran utama mereka adalah mengelola orang-orang, bukan hanya mempekerjakan mereka. Kebanyakan orang bekerja secara mandiri atau dalam tim-tim kecil untuk menangani proyek tertentu.
  • Hampir semua pusat belajar masyarakat berhubungan erat dengan dunia bisnis dan organisasi lain dalam jaringan "masyarakat pembelajar".

Apakah semua paparan di atas terdengar seperti utopia? Sangat jauh dalam hitungan tahun cahaya di masa depan? Semua aspek tersebut sekarang ini tengah berlangsung di berbagai tempat di belahan dunia ini.
Hanya sedikit orang-orang aktif yang "pensiun" dalam pengertian tradisional. Sebaliknya, kita akan menyaksikan para tukang kayu dan insinyur berumur 70-an melatih anak-anak putus sekolah untuk mempelajari kemampuan-kemampuan baru. Dan mereka bersama-sama menghasilkan bahan-bahan belajar terbaik di dunia di pusat pembelajaran prasekolah bagi masyarakat luas tidak hanya untuk keluarga mampu.
Sekarang, apalagi yang kita tunggu? Ingin melakukan reformasi cara belajar secara radikal? Atau kita akan melihat anak cucu kita akan tenggelam dan tertinggal jauh oleh dunia lain yang lebih siap dan mempunyai kompetensi lebih untuk memasuki era digital sekarang ini. Kita yang menanam, anak dan cucu kitalah nanti yang akan menikati buah dari jerih payah serta pemikiran-pemikiran kita. Maka, sampai kapanpun kita akan terus selalu dikenang oleh generasi kita yang akan datang. Karena kaum muda adalah generasi penerus bangsa yang akan datang.


By : T. Dhenny Farial Pratama, ST
        Cementing Engineer - COSL Indo
        Wakil Ketua Umum - Pengurus Pusat APPI
        Staff Kelautan dan Masyarakat Pesisir - DPP AMPI

Senin, 09 Juli 2012

Tragedi Kemiskinan di Indonesia

KEMISKINAN punya dampak begitu mengerikan. Tidak hanya bisa memicu manusia menjadi maling demi menyambung hidup, kemiskinan ternyata juga mampu mendorong seseorang bunuh diri untuk mengakhiri hidup. Efek terakhir itulah yang mengharu biru perasaan kita akhir-akhir ini.

Lantaran tak kuasa menahan himpitan ekonomi, Markiah nekat menjemput kematian dengan menceburkan diri ke Sungai Cisadane, Bogor, Rabu (4/7). Tragisnya lagi, janda berusia 30 tahun asal Serang, Banten, itu tidak bunuh diri sendirian.

Ia mengajak buah hatinya berumur tiga tahun, Salman, kembali ke alam baka. Tiga anaknya yang lain ia tinggalkan di dunia fana sebagai yatim piatu.


Menurut Kapolsek Bogor Tengah Ajun Komisaris Victor Gatot Nababan, Markiah bunuh diri diduga karena tak kuat lagi menghadapi deraan kemiskinan. Ia putus asa menjalani hidup yang kian hari kian sulit setelah suaminya meninggal.


Nasib Markiah sungguh memilukan. Ia pun bukan orang pertama yang bunuh diri karena miskin papa. Pada 11 Agustus 2010, Khoir Umi Latifah melakukan hal serupa. Warga Klaten, Jawa Tengah, itu membakar diri bersama dua anaknya.


Kemudian, pada 25 Oktober 2011, Suharta dan putranya tewas setelah gantung diri di Riau. Jauh sebelumnya pada 2007, seorang ibu dan empat anaknya di Malang, Jawa Timur, mengambil jalan pintas dengan menenggak racun potasium. Ia memilih mati. Ia menyerah melawan kemiskinan yang kejam mendera.


Kasus-kasus itu hanyalah sedikit contoh dari banyaknya fakta bunuh diri akibat kemiskinan di negeri ini. Itulah tragedi luar biasa yang menyayat perasaan dan mencabik-cabik kemanusiaan.


Terus terulangnya bunuh diri karena miskin sulit diterima akal sehat di negeri ini yang katanya gemah ripah loh jinawi. Sulit pula dipahami sebab bukankah konstitusi dengan gamblang mengamanatkan fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara?


Padahal, pemerintah selalu membanggakan keberhasilan menurunkan angka kemiskinan. Pada Senin (2/7), Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan warga miskin telah berkurang 890 ribu jiwa. Pada Maret 2011, warga miskin berjumlah 30,1 juta jiwa dan pada Maret 2012 turun 0,53% menjadi 29,13 juta orang.


Pemerintah boleh silau dengan angka-angka itu. Namun, tragedi Markiah merupakan realitas yang musykil dibantah betapa kemiskinan justru makin kuat menjerat rakyat.


Masih berbanggakah pemerintah ketika rakyatnya bunuh diri karena terimpit oleh kemiskinan? Juga kepada anggota DPR yang terhormat, masih punya hatikah Anda menyaksikan rakyat memilih mati lantaran tak tahan lagi menghadapi kesulitan hidup?


Tragedi Markiah merupakan penegasan bahwa kemiskinan telah menjadi monster menakutkan dan perlu langkah nyata untuk memeranginya. Tidak cukup dengan memamerkan data di atas kertas yang sepintas memang indah.


Anekdot orang miskin dilarang sakit atau orang miskin dilarang sekolah karena butuh biaya selangit sudah lama mengemuka. Kita tidak ingin ada anekdot tambahan bahwa orang miskin tidak dilarang bunuh diri.


Negara yang makmur tetapi rakyatnya miskin, kelaparan, dan bodoh karena pejabatnya korup.

Kamis, 05 Juli 2012

Album Biru - Kelahiran ku

Matahari pagi juga belum menampakkan cahaya terang nya. Kepekatan malam juga memberikan warna tersendiri di malam itu. Dinginnya pagi itu menghampiri ruang-ruang terbuka yang ada di Rumah Bidan tersebut. Embun pagi mulai membasahi rumput-rumput liar di sekeliling rumah persalinan itu. 
Dari dalam kamar bersalin terdengar suara rintihan kesakitan seorang Calon Bunda yang sedang berjuang mati-matian untuk melahirkan anak pertamanya. Tidak jauh dari sisi wanita tersebut juga berdiri seorang Calon ayah yang sangat gelisah menantikan kelahiran anak pertamanya dan penderitaan istrinya. Serta juga sanak saudara yang di luar dari ruang persalinan menunggu cucu, ponakan yang ingin lahir.
Tepat pada pukul 04:00 pagi itu, pecahlah keheningan malam dengan suara tangis bayi Laki-Laki yang sehat. Bayi itu diberikan nama Dhenny Syahputra. Betapa bahagia nya pasangan tersebut telah dikarunia anak pertama dalam keadaan sehat dan tidak kurang sesuatu apapun.

Ya... 29 tahun yang lalu, tepat nya hari Kamis, 05 July 1983 Jam 04:00 wib. Aku terlahir ke dunia ini. Dari rahim seorang Ibu yang teramat mulia bagi ku. Dengan tangisan kebahagian, aku di dekap oleh Ibunda dan Ayahanda ku. Perjuangan dan penderitaan selama sembilan bulan yang di rasakan oleh ibunda ku, terbayar ketika mendengar suara jerit tangis ku.

Aku terlahir tanpa apa-apa, Bundalah yang telah mengajariku segalanya, 
Bunda memberiku ilmu Agama yang sangat-sangat cukup. Bunda rela mengantarkanku ke tempat pengajian terbaik yang ada di kota ku, walau sangat jauh setiap hari nya perjalanan yang harus di tempuh. Dengan harapan aku dapat mengenal siapa Pencipta ku dan aku menjadi anak yang soleh.  Bunda membesarkan ku dengan segala upaya, berharap aku akan menjadi orang yang berguna buat nusa dan bangsa.

Ketika aku menangis di dalam ketakutan, Bundalah yang selalu menenangkan aku. Dan ketika aku jatuh sakit, bunda juga yang selalu berada disampingku.

Bunda selalu menegurku ketika aku melakukan kesalahan, dengan harpan aku selalu belajar dan menjadikan kesalahan-kesalahan yang aku perbuat sebaga pengalaman hidup ku ke depannya. Bunda selalu mengingatkan ku ketika aku lupa. Bunda juga selalu menghibur diriku ketika aku sedih. Bunda lah yang menyembuhkan aku ketika aku sedang terluka.

Terima Kasih yang sebesar-besar nya aku ucapkan kepada ibunda yang telah dengan sabar membawa aku kemanapun ibunda pergi di dalam perut ibunda. Walaupun ananda tau, dari 1 bulan pertama ibunda mengandung ananda, sampe dengan 9 bulan, ibunda selalu muntah-muntah darah. Dan minum air putih ibarat minum jarum-jarum tajam. Tapi ibunda begitu sabar dan ikhlas menggendong ananda di dalam perut ibunda.

Betapa besar pengorbanan, keikhlasan dan kesabaran mu ibunda. Terima Kasih telah menjadi Malaikat Pelindungku. Terima kasih telah melahirkan aku ke dunia ini dengan pertaruhan besar nyawa dan raga mu. Terima kasih ibunda.

Bunda, kini raja kecil mu telah dewasa, Raja yang sedang berusaha mengejar dan meraih cita-cita. Dan berharap aku akan menjadi orang yang berguna, demi mewujudkan harapan dan impian keluarga.

Maafkan atas semua kesalahan-kesalahan ku ibunda. 
Maafkan Raja kecil mu yang belum bisa membahagiakan mu sampai saat ini.
Maafkan kesalahan ananda yang dari awal mengandung ananda sampai sekarang selalu membuat ibunda susah.

Terima kasih ibunda,
Bundalah segalanya bagiku. 
Tanpa perjuangan dan pengorbanan serta pendidikan yang telah bunda tanamkan selama ini, aku bukanlah siapa-siapa dan apa-apa. 
Kasih ibunda kepada ananda tidak akan pernah terbalas sepanjang masa.
Hanya Allah yang dapat membalas semua ketulusan mu ibunda.
Ingin rasa nya di hari ulang tahun ku, aku dipeluk lagi di dalam dekapan ibunda.




Raja Kecilmu,

Dhenny Farial Pratama, ST

Rabu, 04 Juli 2012

Multilateral Technology Then and Now

The first multilateral technology patent was filed in 1929 and was followed by additional patents.
Many of us can cite epochs in the petroleum industry’s history. But often not so memorable is the evolution of technologies that seem new and “cutting edge” but actually have a long history of development. A case in point is multilaterals. You may be surprised to learn that the first multilateral technology patent was filed in 1929 and was followed by additional patents and rudimentary attempts to drill multilateral wells in the 1930s. 
Some sources credit Leo Ranney with being the first to try horizontals and multilaterals in the United States. Ranney, a Canadian, was a consulting engineer in Texas and Oklahoma. In 1925, he developed the Ranney method of using horizontal wells to extract oil from exhausted fields. Standard Oil Company of New Jersey bought out his patent and made him president of Ranney Oil and Mining Company, a subsidiary of Standard Oil from 1930 to 1938. In 1939, Ranney drilled an 8 ft (2.44 m) vertical shaft in Ohio, put men and equipment in the bottom of the hole and drilled a horizontal section. He is also reported to have drilled in a horizontal radial pattern like the spokes of a wheel, establishing probably the first multilateral with horizontal sections.
After the war, an inventor, John A. Zublin, drilled horizontal “drainholes” for operators in California. In 1945, Zublin sidetracked a well with eight drainholes. He eventually re-entered about 250 vertical wells in California, West Texas, and Wyoming, with an average of two laterals.
First True Multilateral Well
The first true multilateral well, 66/45, drilled in 1953 by Alexander M. Grigoryan in the Ishimbainefti field at Bashkiria, now Bashkortostan, Russia. 
Grigoryan graduated as a petroleum engineer from the Azerbaijan Industrial Institute in 1939. Two years later, he drilled one of the world’s first directional wells, the Baku 1385, using only a downhole hydraulic mud motor to drill the entire well bore. This is the first time a turbodrill was used for drilling both vertical and deviated sections of a borehole. The significant increase in reservoir exposure over vertical wells resulted in a corresponding significant increase in production and led to many more successful horizontal wells in the USSR. Grigoryan’s success in drilling innovation led to his promotion to department head at the All-Union Scientific Research Institute for Drilling Technology (VNIIBT) in Moscow, where he developed a new sidetrack kick-off technique and a device for stabilizing and controlling curvature without deflectors.
In 1949, Grigoryan, expanding on the theoretical work of an American scientist, L. Yuren, proposed branched boreholes to increase production in the same way a tree root extends its exposure to the soil. He tested his theory in 1953 when he drilled Well 66/45 using only turbodrills without rotating drillstrings, cement bridges, or whipstocks. The well had nine branches, each extending 262.5 ft to 984 ft (80 m to 300 m).
From 1953 to 1980, 110 more multilateral wells were drilled in East Siberia, West Ukraine and near the Black Sea. Thirty of these wells were drilled by Grigoryan, who is recognized as the father of multilateral technology.
In the 1980s, Grigoryan moved to Los Angeles, Calif., and opened a company named Grigoryan Branched-Horizontal Wells. He was a member of the SPE L.A. Basin Section from 1997 until his death in December 2005 at the age of 91. Before his death, Grigoryan received recognition in 2003 as a Technology Pioneer by Offshore Energy Center’s Ocean Star Offshore Drilling Rig and Museum.
Thanks to the pioneering efforts of Grigoryan, Multilaterals began to take off in the United States in the 1980s. Arco drilled the K-142 dual lateral well in New Mexico in 1980, and UPRC drilled 1,000 multilaterals in the Austin Chalk from the 1980s to 1998.
Simple open-hole and cased-hole sidetracking to create multilaterals are known as Level 1 and Level 2, respectively. It was in the 1990s when “modern” multilaterals began as systems were built to create multilateral junctions that went beyond simply sidetracking a well and provided new capabilities. Modern multilateral systems fall into categories of Level 3 through Level 6, and significant milestones with these systems came in quick succession:
•   1993 – 1st Level 3 multilateral, Shell, Alberta, Canada.
•   1994 – 1st Level 4 multilateral, Shell, Alberta, Canada.
•   1995 – 1st Level 5 multilateral, BP, Gulf of Mexico, US.
•   1996 – 1st through-tubing multilateral intervention.
•   1997 – Technical Advancement of Multi-Laterals (TAML) formed.
With such growth in the number of multilateral systems, installations and well complexities, a Shell Expro engineer, Eric Diggins, decided to form an operators group to share worldwide multilateral experiences, establish an informal network of contacts, and provide a more unified direction for the development of multilateral technology. The  kick-off meeting was held in the Expro offices in Aberdeen, Scotland in March 1997. Participants included BP, Norsk Hydro, Statoil, Esso UK, Exxon, Mobil, Phillips, Maersk, Texaco, Total, Chevron, Shell Oil, Shell International E&P and Shell UK Expro.
One of the new group’s tasks was to create a Classification System for Multilaterals. The results were published in 1998 and included two tiers, a complexity ranking and a functionality classification. An example of this two-tier classification is: Level 6; N-4-IN-S-PR-RMC.  Level 6 refers to the complexity ranking. The string of letters and numbers that follow are the functionality classification: new well, four junctions, injector, single upper completion, re-entry by pulled completion, remote monitoring and control. In 2002, some minor changes were made to the complexity ranking definitions to accommodate new multilateral systems that had entered the market.
While the organization began as an operators’ forum, service companies were included in a portion of the face-to-face meetings. In 2001, a service company hosted a TAML meeting for the first time, and membership eventually became open to operators, service companies, and academia. The current membership has grown to 22 companies. With input from TAML and the continued effort of the service companies to provide improved tools, the evolution of multilateral technology has continued with additional milestones:
• 1998 – multilaterals started evolving toward intelligent wells.
• 1998 – 1st deepwater Level 5 from a floating rig, Petrobras, Brazil.
• 1999 – 1st Level 6, AERA Energy, California.
• 1999 – 1st intelligent multilateral, Level 2, BP, UK.
• 2002 – 1st multilateral system floated in, Level 3, Chevron, China.
• 2002 – 1st intelligent Level 6, CNOOC, Indonesia.
More than 50 years after that first multilateral by Grigoryan, the estimated number of multilateral junctions installed through the end of 2006 is estimated to be greater than 8,000. Level 1 and 2 multilaterals have become so common that those numbers are no longer tracked by the industry, and the actual number of installations could be as high as 10,000.
While all countries in which Level 1 and 2 installations cannot be determined, there are a minimum of 29 countries on six of the seven continents covered by the remaining levels.
Multilateral technology is neither new nor emerging, but even with global numbers in the thousands, it is still not considered mature by the industry. Multilaterals have not yet reached the acceptance level of horizontal wells, but with the economic incentives the technology offers in terms of reduced well count and equal or greater number of penetrations into the reservoir, it makes sense to evaluate projects for possible candidates, especially where horizontals are already being drilled. The challenges of sand control in and remote control and monitoring of each leg of a multilateral have been conquered. As for future multilateral milestones, the next big challenge is deepwater and ultra deepwater wells, where costs and risks are extraordinarily high.

Debu dan Batu Mulia

Sesungguhnya kemuliaan diri tidak terletak pada kesombongan dan tidaklah sama dengan kehinaan. Kemuliaan adalah cahaya dan terletak di kutub yang lain, sedangkan kehinaan adalah kegelapan dan terletak di kutub yang lainnya lagi.

Menghindari kesombongan bukan berarti rendah diri. Karena rendah diri kepada sesama manusia adalah kehinaan. Menghindari kesombongan adalah rendah hati, beribadah hanya karena-Nya dan mau menerima kebenaran dari mana pun datangnya.

Tidak ada orang yang menghindari kesombongan kemudian menjadi hina. Sekalipun orang itu tidak dikenal di masanya, tetapi karena akhlaknya yang mulia dan beramal dengan ikhlas, Allah mematri namanya di hati dan pikiran generasi selanjutnya. Tidak terasa ratusan tahun kemudian namanya banyak disebut orang, nasihat-nasihatnya didengar dan diamalkan, akhlaknya menjadi contoh teladan. Inilah makna firman Allah, “Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang bertakwa.” (QS. Al-Qashash [28]: 83).

Abu Dzar Ra. berkata, “Ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?” Beliau menjawab, “Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” (HR. Muslim).

Said bin Jubair walaupun bertahun-tahun dipenjara dan akhirnya dihukum mati, kepalanya dipenggal oleh seorang algojo, namun ulama dan kaum muslimin mencintainya dan mendoakannya karena dia adalah syuhada, pembela yang haq, dan penegak keadilan yang tak takut mati.

Ibnu Taimiyah mati di dalam penjara, namun kebaikan-kebaikannya terasa hingga kini. Dia dikenal sebagai ulama pembela as-Sunnah, panglima perang di medan jihad, dan seorang penulis yang tiada duanya. Kitabnya berjilid-jilid tebalnya, kandungannya sangatlah berharga, dan menjadi rujukan banyak ulama.

Hasan al-Banna mati ditembak, yang mengubur jenazahnya hanya empat orang; ayahnya, istrinya, anaknya, dan seorang nasrani. Hal itu terjadi karena seluruh pengikutnya dijebloskan ke dalam penjara dan para ulama tidak ada yang diberitahu tentang kewafatannya. Dia kini dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka, mujahid, ulama shalih, da’i, murabi, dan pendiri jamaah Islam terbesar di dunia.

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25).

Sedangkan bagi orang-orang yang menyombongkan diri dan zhalim, sekalipun terkenal di masanya, kaya hartanya, tinggi kedudukannya, luas kekuasaannya, namun di masa kemudian hanya menjadi buah hinaan dan kutukan.

Al-Hajjaj seorang pejabat di masa kekhalifahan Umayah, dikenal karena kesadisannya, kekejamannya, pembunuh para ulama shalih, termasuk di dalamnya Said bin Jubair. Sekalipun kekayaannya banyak, kedudukan dan pangkatnya tinggi, namun ia hina di sisi Allah dan kaum muslimin yang mencintai kebaikan. Akhirnya ia mati dalam keadaan mengenaskan, tubuhnya dipenuhi bisul yang apabila muncul rasa sakit darinya, terdengar suara yang keras dari mulutnya seperti banteng yang meregang nyawa.

Ahmad bin Du’ad, seorang tokoh Mu’tazilah, ikut andil menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad pun mendoakan kebinasaannya, maka Allah menimpakan padanya suatu penyakit yang membuatnya sering mengatakan, “Adapun separoh tubuhku ini apabila dihinggapi oleh seekor lalat, kurasakan sakit yang bukan kepalang hingga seakan-akan dunia ini kiamat. Sedang separoh tubuhku yang lain andaikata digerogoti dengan catut sekalipun, niscaya aku tidak merasakannya.”

Sultan yang memenjarakan Ibnu Taimiyah akhirnya turun tahta, ulama-ulama pembisiknya akhirnya tidak dihormati masyarakat. Ulama-ulama su’ (buruk) itu tidak dikenal kecuali hanya namanya, dan itupun hanya orang-orang tertentu saja. Tapi Ibnu Taimiyah dikenal sepanjang masa dan ulama-ulama serta kaum muslimin mengagumi dan meneladani sikapnya.

Raja Faruq, pembunuh Hasan al-Banna, akhirnya turun tahta setelah beberapa tahun kematian Hasan Al-Banna. Dulunya dihormati, kini dicaci maki dan hanya bagian dari sampah sejarah mesir yang tak berguna. Pejabat-pejabat Mesir yang banyak menyiksa dan memasukkan aktivis ikhwanul muslimin ke penjara, seperti Gamal Abdul Naser dan Hamzah Basyuni mati secara mengenaskan. Yang pertama selalu dihantui ketakutan sebelum matinya, sedangkan yang kedua mati ditabrak truk penuh dengan besi sehingga tubuhnya tercabik-cabik tak karuan.

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 26-27).

Seberapa kayanya Anda, kelak ketika mati harta itu tidak akan dibawa ke alam kubur. Seberapa pintarnya Anda, sangat mudah bagi Allah memberi satu penyakit yang menjadikan seluruh ilmu yang Anda miliki hilang. Sekuat apa pun Anda, sesungguhnya Anda tidak lebih kuat dari rumput yang sering diinjak-injak orang.

Jadilah batu mulia, jangan jadi debu. Batu mulia mahal harganya dan sangat indah bila dipandang mata. Sedangkan debu, menempel di baju, menjadi kotor. Di mana pun ia menempel, sesuatu itu menjadi kotor. Batu mulia tersembunyi di dalam tanah, sangat sulit mencarinya. Kalaupun bisa, ia diambil dengan menggunakan alat khusus. Jika sudah diketahui ada di suatu tempat, beramai-ramai orang ke sana mencarinya.

Sedangkan debu, terlihat di depan mata, bahkan bisa membuat mata sakit, bisa membuat orang alergi. Orang-orang berusaha sebisa mungkin menghindari debu. Amal yang dilakukan bukan karena Allah – di dalam Al-Quran – diibaratkan “batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak berdebu).” (QS. Al-Baqarah [2]: 264). Begitulah amal orang-orang yang sombong, tidak mendapatkan apa-apa selain hanya gerakan-gerakan yang melelahkan.

Jumat, 18 Mei 2012

Laksamana Malahayati - Perempuan Ksatria Negeri

MEMBICARAKAN perempuan hebat, ada sedikit cerita tentang sosok perempuan lain yang berbeda generasi dari RA Kartini. Salah satu pahlawan perempuan ini jarang disebut namanya. pahlawan yang tidak pernah diungkit sejarahnya.

Laksamana perempuan pertama di dunia. Petarung garis depan. Pemimpin laskar Inong Balee yang disegani musuh dan kawan. Dialah Laksamana Malahayati.

Kisah Laksamana Malahayati walaupun tidak banyak, semua bercerita tentang kepahlawanannya. Wanita ini merupakan wanita pertama di dunia yang pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV.

Berdasarkan bukti sejarah (manuskrip) yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, Keumalahayati berasal dari keluarga bangsawan Aceh. Belum ditemukan catatan sejarah secara pasti yang menyebutkan kapan tahun kelahiran dan tahun kematiannya. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.

Putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.

Jika dilihat dari silsilah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Laksamana Keumalahayati merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan keraton. Ayah dan kakeknya pernah menjadi laksamana angkatan laut. Jiwa bahari yang dimiliki ayah dan kakeknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang pelaut yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya tersebut.

Kiprah Laksamana Malahayati dimulai pada saat dibentuk pasukan yang prajuritnya terdiri dari para janda yang kemudian dikenal dengan nama pasukan Inong Balee, Malahayati adalah panglimanya (suami Malahayati sendiri gugur pada pertempuran melawan Portugis).

Kabarnya, pembentukan Inong Balee sendiri adalah hasil buah pikiran Malahayati. Malahayati juga membangun benteng bersama pasukannya dan benteng tersebut dinamai Benteng Inong Balee.

Karir Malahayati terus menanjak hingga ia menduduki jabatan tertinggi di angkatan laut Kerajaan Aceh kala itu. Sebagaimana layaknya para pemimpin jaman itu, Laksamana Malahayati turut bertempur di garis depan melawan kekuatan Portugis dan Belanda yang hendak menguasai jalur laut Selat Malaka.

Di bawah kepemimpinan Malahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada yang terdiri dari ratusan kapal perang. Adalah Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang tiba di Indonesia, pada kunjungannya yang ke dua mencoba untuk menggoyang kekuasaan Aceh pada tahun 1599. Cornelis de Houtman yang terkenal berangasan, kali ini ketemu batunya. Alih-alih bisa meruntuhkan Aceh, armadanya malah porak poranda digebuk armada Laksamana Malahayati. Banyak orang-orangnya yang ditawan dan Cornelis de Houtman sendiri mati dibunuh Laksamana Malahayati pada tanggal 11 September 1599.

Selain armada Belanda, Laksamana Malahayati juga berhasil menggebuk armada Portugis. Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang kerajaan membuat Inggris yang belakangan masuk ke wilayah ini, memilih untuk menempuh jalan damai. Surat baik-baik dari Ratu Elizabeth I yang dibawa oleh James Lancaster untuk Sultan Aceh, membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten. Keberhasilan ini membuat James Lancaster dianugrahi gelar bangsawan sepulangnya ia ke Inggris.

Ketika Negara-negara maju berkoar masalah kesetaraan gender terutama terhadap Negara berkembang dewasa ini, wilayah nusantara telah lama mempunyai pahlawan gender yang luar biasa. Laksamana perang wanita pertama di dunia.

Nama Malahayati saat ini terserak di mana-mana, sebagai nama jalan, pelabuhan, rumah sakit, perguruan tinggi dan tentu saja nama kapal perang. KRI Malahayati, satu dari tiga fregat berpeluru kendali MM-38 Exocet kelas Fatahillah.

Bahkan lukisannya diabadikan di museum kapal selam surabaya. di Pun demikian, entah kenapa tak banyak yang mengenal namanya.


Created :
T. Dhenny Farial Pratama, ST
 

Selasa, 15 Mei 2012

Cut Nyak Dien - Inspirasi Wanita Aceh

Provinsi Aceh merupakan daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap.

Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1848, ini sampai akhir hayatnya teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

TJOET NJAK DIEN lahir pada 1848 dari keluarga kalangan bangsawan yang sangat taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, uleebalang VI Mukim, bagian dari wilayah Sagi XXV. Leluhur dari pihak ayahnya, yaitu Panglima Nanta, adalah keturunan Sultan Aceh yang pada permulaan abad ke-17 merupakan wakil Ratu Tajjul Alam di Sumatra Barat. Ibunda Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang bangsawan Lampagar.

Sebagaimana lazimnya putri-putri bangsawan Aceh, sejak kecil Tjoet Njak Dien memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan ini selain diberikan orang tuanya, juga para guru agama. Pengetahuan mengenai rumah tangga, baik memasak maupun cara menghadapi atau melayani suami dan hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari, didapatkan dari ibunda dan kerabatnya. Karena pengaruh didikan agama yang amat kuat, didukung suasana lingkungannya, Tjoet Njak Dhien memiliki sifat tabah, teguh pendirian dan tawakal.

Tjoet Njak Dien dibesarkan dalam lingkungan suasana perjuangan yang amat dahsyat, suasana perang Aceh. Sebuah peperangan yang panjang dan melelahkan. Parlawanan yang keras itu semata-mata dilandasi keyakinan agama serta perasaan benci yang mendalam dan meluap-luap kepada kaum kafir.

Tjoet Njak Dien dinikahkan oleh orang tuanya pada usia belia, yaitu tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim Lamnga putra dari uleebalang Lam Nga XIII. Perayaan pernikahan dimeriahkan oleh kehadiran penyair terkenal Abdul Karim yang membawakan syair-syair bernafaskan agama dan mengagungkan perbuatan-perbuatan heroik sehingga dapat menggugah semangat bagi yang mendengarkannya, khususnya dalam rangka melawan kafir (Snouck Hourgronje, 1985: 107). Setelah dianggap mampu mengurus rumah tangga sendiri, pasangan tersebut pindah dari rumah orang tuanya. Selanjutnya kehidupan rumah tangganya berjalan baik dan harmonis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.

Jiwa pejuang memang sudah diwarisi Cut Nyak Dien dari ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan yang tidak kenal kompromi dengan penjajahan. Dia yang dibesarkan dalam suasana memburuknya hubungan antara kerajaan Aceh dan Belanda semakin mempertebal jiwa patriotnya.

Ketika perang Aceh meletus tahun 1873, suami Tjoet Njak Dien turut aktif di garis depan sehingga merupakan tokoh peperangan di daerah VI Mukim. Karena itu Teuku Ibrahim jarang berkumpul dengan istri dan anaknya. Tjoet Njak Dien mengikhlaskan keterlibatan suaminya dalam peperangan, bahkan menjadi pendorong dan pembakar semangat juang suaminya. Untuk mengobati kerinduan pada suaminya yang berada jauh di medan perang, sambil membuai sang buah hatinya ia menyanyikan syair-syair yang menumbuhkan semangat perjuangan. Ketika sesekali suaminya pulang ke rumah, maka yang dibicarakan dan dilakukan Tjoet Njak Dien tak lain adalah hal-hal yang berkaitan dengan perlawanan terhadap kaum kafir Belanda. 

Pada 29 Juni 1878 Ibrahim Lamnga tewas di pada pertempuran di Gle Tarum  yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah. Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya, dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. 

Dua tahun setelah kematian suami pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya. Sumpahnya yang hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Pernikahan mereka juga dikarunuai anak perempuan yang diberi nama Cut Gambang 

Teuku Umar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan kerugian bagi pihak Belanda. Perlawanan terhadap Belanda kian hebat. Beberapa wilayah yang sudah dikuasai Belanda berhasil direbutnya. Dengan menikahi Tjoet Njak Dien mengakibatkan Teuku Umar kian mendapatkan dukungan. Meskipun telah mempunyai istri sebelumnya, Tjoet Njak Dien lah yang paling berpengaruh terhadap Teuku Umar. Perempuan inilah yang senantiasa membangkitkan semangat juangnya, mempengaruhi, mengekang tindakannya, sekaligus menghilangkan kebiasaan buruknya. 

Sekilas mengenai Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur.

Sejak meninggalnya Teuku Umar, selama 6 tahun Tjoet Njak Dien mengordinasikan serangan besar-besaran terhadap beberapa kedudukan Belanda. Segala barang berharga yang masih dimilikinya dikorbankan untuk mengisi kas peperangan. Cut Nyak Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai sekalipun.

Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.

Keterlibatan Tjoet Njak Dien dalam perang Aceh nampak sekali ketika terjadi pembakaran terhadap Mesjid Besar Aceh. Dengan amarah dan semangat yang menyala-nyala berserulah ia,  
“Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).

Lama-lama pasukan Tjoet Njak Dien melemah. Kehidupan putri bangsawan ini kian sengsara akibat selalu hidup di dalam hutan dengan makanan seadanya. Usianya kian lanjut, kesehatannya kian menurun, seiring dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua. Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit memperoleh makanan. Tapi, ketika Pang Laot Ali, tangan kanan sekaligus panglimanya, menawarkan untuk menyerah sebagai jalan pembebasan dari kehidupan yang serba terpencil dan penuh penderitaan ini, Tjoet Njak Dien menjadi sangat marah. Pang Laot Ali tetap tak sampai hati melihat penderitaan pimpinannya. Akhirnya ia menghianatinya. Kepada Belanda ia melaporkan persembunyiannya dengan beberapa syarat, di antaranya jangan melakukan kekerasan dan harus menghormatinya.

Begitu teguhnya pendirian Cut Nyak Dien sehingga ketika sudah terkepung dan hendak ditangkap pun dia masih sempat mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda. Pasukan Belanda yang begitu banyak akhirnya berhasil menangkap tangannya.

Ketika tertangkap wanita yang sudah tak berdaya dan rabun ini, mengangkat kedua belah tangannya dengan sikap menentang. Dari mulutnya terucap kalimat, “Ya Allah ya Tuhan inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir”.

Tjoet Njak Dien marah luar biasa kepada Pang Laot Ali. Sedangkan kepada Letnan Van Vureen yang memimpin operasi penangkapan itu sikap menentang mujahidah ini masih nampak dengan mencabut rencong hendak menikamnya.

Tapi walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. yang berati mengingkari salah satu butir perjanjiannya dengan Pang Laot Ali.

DI SUMEDANG tak banyak orang tahu perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda, yang ingin mengasingkannya dari medan perjuangannya di Aceh pada 11 Desember 1906.

Perempuan tua itu lalu dititipkan kepada Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriaatmaja, yang digelari Pangeran Makkah. Melihat perempuan yang amat taat beragama itu, Bupati tak menempatkannya di penjara, tetapi di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama, di belakang Kaum (masjid besar Sumedang). Di rumah itulah perempuan itu tinggal dan dirawat.

Di antara mereka yang datang banyak membawakan makanan atau pakaian, selain karena mereka menaruh hormat dan simpati yang besar, juga karena Ibu Perbu tak bersedia menerima apapun yang diberikan oleh Belanda.

Keadaan ini terus berlangsung hingga 6 November 1908, saat Ibu Perbu meninggal dunia. Dimakamkan secara hormat di Gunung Puyuh, sebuah komplek pemakaman para bangsawan pangeran Sumedang, tak jauh dari pusat kota Sumedang. Sampai wafatnya, masyarakat Sumedang belum tahu siapa sesungguhnya perempuan yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat itu, bahkan hingga kemerdekaan Indonesia.
Ketika masyarakat Sumedang beralih generasi dan melupakan Ibu Perbu, pada tahun 60-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda baru diketahui bahwa Tjoet Njak Dhien, seorang pahlawan wanita Aceh yang terkenal telah diasingkan ke Pulau Jawa, Sumedang, Jawa Barat. Pengasingan itu berdasarkan Surat Keputusan No. 23 (Kolonial Verslag 1907:12). Akhirnya dengan mudah dapat dipastikan bahwa Ibu Perbu tak lain adalah Tjoet Njak Dhien yang diasingkan Belanda bersama seorang panglima berusia 50 tahun dan seorang kemenakannya bernama Teungku Nana berusia 15 tahun.

Perjuangan Tjoet Njak Dien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing, sehingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu. Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor.



T. Dhenny Farial Pratama, ST
Putra Asli Aceh
Merindukan Tanah Kelahiran