"Welcome to my Blog"

Selamat datang di Blog saya. Bienvenue sur mon Blog. Willkommen in meinem Blog. Benvenuti nel mio blog. Welcome to my Blog. Bienvenidos a mi blog. Welkom op mijn Blog.

Jumat, 20 Juli 2012

Memaknai Arti Tadarus Qur'an

Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Ramadan, merupakan bulan kesucian. Pada bulan ini semua masyarakat muslim bersama-sama menunaikan amalan-amalan bulan Ramadan. Mulai dari puasa Ramadan, hingga shalat Tarawih dan Witir. Semua dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan.


Berbicara tentang amalan bulan Ramadan, tentu kita akan berbicara pula tentang tadarus Al Quran. Tadarus Al Quran merupakan salah satu dari sekian banyak amalan di bulan Ramadan.

Kata tadarus merupakan salah satu kata dari bahasa Arab yang memiliki arti mempelajari. Jadi arti dari tadarus Al Quran adalah mempelajari isi kandungan Al Quran. Arti kata mempelajari di sini ada tiga arti, yakni membaca dengan benar, menelaah maksud ayat yang dibaca, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَا اجتَمَعَ قَومٌ في بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتلونَ كِتابَ اللهِ وَيتَدارَسُونَهُ بَينَهُم إِلا نَزَلَت عَلَيهُم السَّكيْنَة وَغَشِيَتْهم الرَّحمَة وحَفَتهُمُ المَلائِكة وَذَكَرهُم اللهُ فيمَن عِندَهُ
“Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu masjid dari masjid-masjid Allah, untuk membaca Al Qur’an dan mereka saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dan dikelilingi malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan makhluq-makhluq yang ada di sisi-Nya (para malaikat).” [1]
Kata تَدَارُسٌ tadaarusun jika diwaqaf menjadi tadaarus berasal dari kata دَرَسَ darasa yang artinya adalah belajar. Kemudian mengikuti wazan تَفَاعَلَ tafaa’ala, sehingga mauzunnya menjadi تَدَارَسَ tadaarasa. Fi’il yang mengikuti wazan ini salah satunya mempunyai arti لِلْمُشَارِكَةِ fa’il (subjek) dan maf’ulnya (objek) bersamaan dalam melakukan perbuatan, sehingga artinya menjadi saling mempelajari. Kemudian ditashrif :
تَدَارَسَ – يَتَدَارَسُ – تَدَارُساً
Sehingga mendapatkan kata تَدَارُساً tadaarusan, yang berkedudukan sebagai mashdar. Sehingga artinya adalah pembelajaran secara bersama-sama, allohu a’lam.
ٍSeperti yang terdapat pada kalimat :
وَيتَدَارَسُوْنَهُ بَينَهُم
“Dan mereka saling mempelajarinya di antara mereka,”
Kata يتَدَارَسُوْنَ yatadaarasuuna, terdiri dari kata يَتَدَارَسُ yatadaarasu dan dhomir muttashil هُمْ hum  (mereka). Sehingga artinya menjadi mereka saling mempelajari. Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maknanya adalah saling mempelajari sebagian mereka dengan sebagian yang lain.
Sedangkan kalimat :
يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ
Mereka membaca Kitab Allah (yaitu Al Qur’an).”
Yaitu membaca lafazhnya dan maknanya. Membaca lafazhnya berarti membaca zhohir dari Al Qur’an tersebut, sedangkan membaca maknanya berarti membaca apa yang terkandung dalam Al Qur’an.
Orang yang berkumpul untuk membaca Al Qur’an ada dua makna :
- Yang pertama, mereka benar-benar dalam rangka membaca Al Qur’an.
- Yang kedua, mereka dalam rangka mempelajari ilmu Al Qur’an walaupun tidak membacanya. [3]
Kata يَتْلُو dalam kedudukan tashrif menduduki tempat ke dua yaitu sebagai fi’il mudhori’ (kata kerja sekarang/akan datang) :
تَلَى – يَتْلُو – تِلاَوَةً
Maka didapatkan kata تِلاَوَةٌ tilaawah sebagai mashdar, yang secara tekstual bisa diartikan pembacaan.

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilaawah al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :
- Tilaawah hukmiyyah, yaitu membenarkan segala khabar dari Al Qur’an dan melakukan segala ketetapan hukumnya dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
- Tilaawah lafzhiyyah, yaitu membacanya (zhohir ayatnya-ed). Telah banyak dalil-dalil yang menerangkan keutamaannya, baik keseluruhan Al Qur’an, atau surat tertentu atau ayat tertentu. [4]
Dijelaskan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah ketika menjelaskan hadits di atas, bahwa orang yang berkumpul untuk membaca Al Qur’an yaitu yang benar-benar dalam rangka membaca lafazh Al Qur’an ada 3 keadaan :
  • Mereka membaca Al Qur’an bersama-sama dengan satu mulut dan satu suara. Jika untuk pengajaran maka ini diperbolehkan, sebagaimana seorang guru membaca satu ayat kemudian diikuti oleh murid-muridnya dengan satu suara. Jika digunakan untuk perkara ibadah maka itu bid’ah, karena hal yang demikian tidak diriwayatkan dari shahabat ataupun dari tabi’in.
  • Mereka berkumpul, kemudian salah seorang membaca dan yang lain menyimak, kemudian yang kedua bergantian membaca, kemudian yang ketiga, kemudian yang keempat dan seterusnya sampai semuanya mendapat giliran membaca. Kondisi ini ada 2 bentuk :
  1. Mengulang-ulang bacaan yang sama. Misalnya yang pertama membaca satu halaman, kemudian yang kedua membaca halaman yang sama, kemudian yang ketiga membaca halaman yang sama dan seterusnya, maka ini diperbolehkan. Terutama bagi para penghafal Al Qur’an yang ingin memperkokoh hafalannya.
  2. Membaca bacaan yang berbeda. Misalnya yang pertama membaca bacaan yang pertama, kemudian yang kedua membaca bacaan yang lain, maka ini juga diperbolehkan.
Sebagaimana ulama kami dan masyayikh kami melakukan hal ini, misalnya yang pertama membaca surat Al Baqarah, yang kedua membaca surat yang kedua, yang ketiga membaca surat yang ketiga, dan seterusnya. Salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkan. Dan bagi yang mendengarkan hukumnya sama dengan yang membaca dalam hal pahalanya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kisah Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam :
قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا
“Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, maka tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.” [Yunus : 89]
Dan doa Nabi Musa ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالاً فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ* قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا
Musa berkata : “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” Allah berfirman : “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua.” [Yunus : 88-89]
Disebutkan bahwasannya ketika itu Nabi Musa berdoa dan Nabi Harun mengaminkan doa Nabi Musa. Dan ini yang disyari’atkan bagi seseorang yang mendengarkan bacaan seorang pembaca Al Qur’an, jika pembaca tadi sujud maka si pendengar juga ikut sujud.
  • Mereka berkumpul, setiap orang membaca untuk dirinya sendiri, dan yang lain tidak mendengarkannya. Dan ini yang terjadi sekarang, didapati orang-orang di dalam masjid, semuanya membaca untuk dirinya sendiri dan yang lain tidak mendengarkannya.
Sehingga kalau hanya membaca Al Qur’an saja tanpa membahas kandungan yang terdapat di dalam Al Qur’an, tidak disebut dengan tadaarus, akan tetapi disebut dengan تِلاَوَةُ الْقُرْآن tilaawatul qur’an (membaca al qur’an).
Wallohu a’lamu bish showab


Semoga Tulisan ini dapat bermanfaat bagi saudara-saudara ku yang sedang menjalan kan ibadah puasa.

Salam Hangat ku:

T. Dhenny Farial Pratama, ST



Drilling with casing: Are you damaging your casing?

The operator tested and inspected casing used in drilling South Texas wells and found no damage that prevented casing reuse, with minor repairs.

Drilling with casing provided ConocoPhillips an effective means to reduce drilling costs in South Texas, with no observed reduction in the casing’s mechanical integrity. In addition to following traditional drilling practices – like minimizing dog legs – wear bands and stabilizers can be installed to mitigate effects of wear and fatigue when drilling with casing. Inspection of a string of 7-in. casing used to drill 6,232 ft, and successful completion of 82 intervals over the last three years provide convincing evidence that neither wear nor fatigue are significant factors for casing used for drilling.

INTRODUCTION AND BACKGROUND

ConocoPhillips adopted a drilling with casing program in July 2001 to reduce drilling costs in its South Texas
operations.1,2,3 While eliminating drill string tripping and reducing lost circulation and well control incidents has significantly increased drilling efficiency, use in drilling also subjects the casing to atypical wear and damage. The inability to accurately measure this damage has created a concern both within the industry and ConocoPhillips that using casing for drilling operations may compromise the mechanical integrity of the material.1,3 A reduction in mechanical integrity is a heightened concern throughout the life cycle of the wellbore since it can result in extensive well intervention, or well loss. When used for drilling, the casing
transmits torque and bit weight through rotation of the string and mechanical compression of the bottom portion of casing. These operating conditions generate two types of damage: 1) Wear: Side loads, or lateral loads, are applied to the casing due to wellbore curvature and buckling; and 2) Fatigue, which occurs when metal is subjected to cyclic loads that change the microstructure and promote crack development. This is generated by rotating the casing when it is bent and through buckling in the lower portion of the string.4 Fatigue cracks can occur in the tube body, pin ends or couplings, and act as stress concentrators. Increased stress levels from either wear or fatigue cracks reduce the casing’s capacity to withstand internal/external
pressure, and tensile loads. The operator recognized the potential risks associated with wear and fatigue. Stabilizers and wear rings are routinely used to mitigate this damage. Since the casing is not normally tripped, however, the string cannot be inspected for wear and fatigue. In South Texas, ConocoPhillips evaluated this concern through two approaches. First, while drilling a Zapata County Lobo well, it had to pull and lay down the 7-in. casing after drilling from 884 ft to 7,116 ft (6,232 ft). This allowed for inspecting thecasing and collecting first-order data regarding the wear/fatigue damage, but offered only a single data point. Additionally, the operator fracture stimulates its South Texas wells, which provides second-order data regarding damage to the string. Data from both approaches are presented here. ConocoPhillips has had a sustained multi-rig development program in the Lobo trend of South Texas since 1997. After optimizing the drilling program using conventional drilling methods, it conducted a field trial of the patented Casing Drilling system, followed by expansion to three Genesis rigs with 86 wells drilled to date using this technology.3 A typical casing and completion program for these wells is shown in Fig. 1. The system uses a wireline retrievable BHA and a casing string, as shown in Fig. 2. Recognizing the risks associated with abrasion, wear bands are crimped on the casing below couplings on a lower portion of the casing string, Fig. 3. Stabilizers,
are also crimped on the casing about every 1,000 ft to serve as keyseat wipers. Additionally, the stabilizers minimize deflection from buckling and reduce cyclic stress that drives fatigue.

INSPECTION RESULTS

While drilling a Zapata County Lobo well, a string of 7-in. 23-lb Mav95/P-110 BTC casing was used to drill 6,232 ft of 8⅞-in hole. While this occurrence resulted in non-productive time, it allowed inspection of the 7-in. casing for wear and fatigue cracks to provide firstorder data on the casing’s mechanical integrity. A total of 165 joints were sent to a storage yard for inspection. The pipe was cleaned and inspected as follows.

1. Tubes. Visual Tube Inspection. Initial visual inspection was performed to detect obvious mechanical damage, such as formation cuts or excessively deep slip cuts. Full Length Drift. Each joint was drifted full length using a drift mandrel to detect areas with reduced ID. The mandrel complied with API RP 5A5 Electromagnetic Inspection. An electromagnetic inspection was performed over the full length, excluding end areas. The unit was standardized using a test standard prepared from the pipe inspected with OD longitudinal and transverse notches meeting API Spec 5 CT. The unit was re-standardized as recommended in API RP 5A5. Gamma Ray Wall Thickness. The tubes, excluding end areas, were inspected for wear and reduced wall thickness using a chord-type gamma ray system. Single-wall thickness was measured, which would detect both uniform and eccentric wear.

2. Connections. Visual Connection Inspection. Coupling and pin threads were cleaned and visually inspected for thread form and damage, such as galling, tearing and wear. The connections were evaluated based on serviceability, rather than new connection requirements, since they were used. Blacklight Connection Inspection. Coupling and pin ends on the bottom 30 joints were inspected using this method to detect fatigue cracks. These joints were selected as they were buckled/rotated during drilling. Since the focus of was fatigue cracks generated while drilling, the inspection was performed in accordance with Standard DS-1.5
No joints were rejected for fatigue cracks or wear (wall thickness < 87.5% of nominal wall thickness per API Spec 5CT for new casing). The connections had varying amounts of galling and wear, which is expected with the connections being made up and broken out. Soft wheels and flapper wheels dressed the threads beyond the L7 area (Perfect Thread Length) as specified in API Spec 5B. Of the 165 joints, 117 were
successfully field repaired. Of the remaining 48, 20 required rethreading the coupling end, 18 required rethreading the pin end, and 10 required rethreading both coupling and pin. After the inspections were completed, the 48 joints noted above were repaired and the entire string was used to successfully drill 
7,050 ft of 8⅞-in hole on a subsequent Lobo-area well. In addition to the inspections performed on the tubulars noted above, the operator has pulled tubulars from various wells for a variety of reasons during this program. When this has occurred, visual and dimensional inspections were performed, with no indications of wear on the couplings or tubes. Modified couplings, which eliminate need for additional wear protection, were used on a recent well while drilling in 7-in. casing. After drilling 7000 ft in 117.5 hrs, the pipe was pulled and visually and dimensionally inspected, with only minimal wear observed.

COMPLETION OPERATIONS 

ConocoPhillips fracture stimulates all of its Lobo completions due to the low permeability and formation heterogeneity. High pressures and large volumes required in a fracture stimulation provide a second-order verification of casing mechanical integrity. That is, the casing is not directly inspected for reduced wall thickness and fatigue cracks, as was performed on string previously laid down, but rather pressure tests and pumping operations are performed, which demonstrate mechanical integrity. One can argue that successfully performing these completion operations does not quantitatively determine the degree of wear and fatigue; however, given that the operator has made over 82 completions with no failures due to wear or fatigue, indicating no wide-spread problem. When completing a Lobo well, a series of pressure tests are performed.
Before perforating, a frac stack is installed and the stack and production casing are pressure tested to 8,000 psi. The zone is then perforated and broken down. A typical zone requires 6,000 to 7,500 psi at 5 to 10 bpm, applied to the production casing, providing an additional pressure integrity test.
After break down, a data frac and frac are pumped down the production casing. In addition to internal pressure applied to the production string, the production casing by intermediate casing is pressured to 2,000 psi throughout the 1 to 3 hour pumping operation, thus pressure testing the intermediate casing above the top of cement. Again, no failures have occurred in the 82 completions made over the last 3 year period, which implies limited wear and fatigue damage to the casing.


ACKNOWLEDGEMENTS
The authors would like to thank ConocoPhillips for
its permission to publish this information, and Tesco
Corp. and GrantPrideco for the use of their graphics.


By: T. Dhenny Farial Pratama, ST
      Cementing Engineering
      China Oilfield Service Ltd. (COSL)

3 TIPE ISTRI

Tipe istri pendamping hidup ada 3 macam:
• Cerdas dan memiliki keluhuran budi pekerti, dan ini merupakan tingkatan istri terbaik.
• Shalihat dan memiliki kerelaan hati. Ini adalah tipe istri yang akan mengalirkan keridhaan hati.
• Tidak berilmu pengetahuan dan memiliki perangai yang buruk. Ini merupakan model istri yang paling menyusahkan dan memberatkan suami.
(DR. Mustafa Siba’i rahimahullah).

Saudaraku…
Tak bisa dipungkiri, bahwa di antara sumber kebahagiaan kita dalam hidup adalah memiliki pendamping hidup. Maka orang yang menikmati hidup melajang pada hakekatnya adalah mengejar kenikmatan hidup yang semu, walaupun segudang prestasi telah diraihnya. Dan telah berada di puncak karirnya.

Tidak berlebihan, jika masyarakat Arab menyebut orang yang masih hidup menyendiri dengan sebutan ‘Al Miskin’, orang yang tak punya apa-apa. Walau pun ia telah bergelar mangku bumi karena memiliki tanah dan lahan yang luas tak bertepi.
Hal ini senada dengan apa yang pernah disinggung oleh Nabi SAW, “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-bAik perhiasan dunia adalah perempuan yang shalihah.” Artinya, seorang laki-laki yang tak berharta, tapi telah menikah; maka ia adalah orang yang kaya. Karena ia telah memiliki perhiasan dunia termahal, yakni istri shalihah.

Untuk itu al Qur’an membahasakan tujuan asasi dari pernikahan adalah ‘litaskunu ilaiha’ dan bukan ‘litaskunu ma’aha’ (terciptanya ketenangan bathin dan bukan sekadar hidup dan tinggal bersama dalam satu atap).

Saudaraku…
Istri yang cerdas dan berbudi pekerti luhur, dapat menghadirkan surga dunia bagi suami dan anggota keluarganya. Kapal cinta akan berlayar meretasi samudera dengan tenangnya. Tak goyang diterpa ombak. Tiada tenggelam dihantam badai. Dan waspada terhadap karang yang bersembunyi dari pandangan mata. Kapal terus melaju hingga sampai di dermaga tujuan. ‘Baiti jannati’ rumahku adalah surgaku menjelma di alam realita.

Tipe kedua, istri shalihat dan penuh kerelaan hati. Dan istri semacam ini yang akan membuat suami senantiasa tersenyum siang dan malam. Berbunga-bunga sepanjang hari. Bila diperintah ia taat. Jika dipanggil ia datang menghampiri. Kala ditinggal suami bepergian jauh mengais rizki atau untuk urusan yang lain beberapa waktu lamanya, ia jaga kehormatan dirinya dan harta suaminya.
Diberi uang belanja yang mepet, cukup dan ia tidak berkeluh kesah. Diberi nafkah yang cukup, tiada henti lisannya mengucapkan terima kasih terhadap suaminya. Di sela-sela kesibukannya mengurusi pekerjaan rumahnya, ia sempatkan waktu untuk menambah wawasan keilmuannya dengan membaca buku, mendengarkan nasihat, menghafal al Qur’an dan seterusnya. Wajar jika suami, selalu rindu berdekatan dengannya.

Istri model ketiga, akan melahirkan prahara dalam keluarga. Memicu munculnya kemelut dan konflik di antara pasutri. Berapa pun dan apa pun yang diberikan suami kepada istrinya, ia tak pernah puas dan tak pernah ridha dengan suaminya. Itulah yang disebut dengan ‘baiti nari’ rumahku adalah nerakaku. Rumah bukan lagi menjadi tempat rehat bagi suami. Ia telah berubah menjadi hotel atau penginapan. Di mana suami tiada merasakan kenyamanan dalam keluarga. Sempit dan pengap itulah yang dirasakannya.

Para suami..
Mari kita evaluasi, istri kita termasuk dalam katagori istri yang mana? Pertama, kedua atau ketiga. Jika ia di tingkat kedua, kita bantu agar ia bisa naik tingkat yang lebih baik (pertama). Jika sudah berada di puncak, kita support agar ia tetap mempertahankan posisinya di puncak.
Jika berada di tingkat paling bawah, mari kita bersungguh-sungguh mendidiknya, sehingga ia bisa berada di urutan ke dua dan seterusnya.

Bagi anda yang masih hidup melajang…
Jangan terlalu banyak berangan-angan bisa mempersunting calon pendamping hidup yang memiliki kepribadian seperti Asma binti Abu bakar, Asma’ bin Umais atau Fatimah. Sementara anda tak pernah berupaya menjadi sosok seperti Zubair bin Awwam, Ja’far bin Abu Thalib dan Ali bin Abu Thalib. Tetapi anda rela terus berpredikat sebagai orang awwam.
Seperti disebutkan dalam sebuah sya’ir:
Anda menginginkan kesuksesan tapi anda tak menapaki jalan-jalan kesuksesan
Sesungguhnya kapal itu tak berlayar di atas daratan..

“Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama”. Amien.

RAMADHAN DAN FIQIH MOMENTUM

Ramadhan adalah salah satu momentum teristimewa bagi setiap insan beriman, yang tidak boleh dilewatkan begitu saja tanpa upaya khusus dalam mengoptimalkan pemanfaatannya, untuk melejitkan derajat iman dan taqwa ke tingkat puncak dan jenjang tertinggi. Dimana jika betul-betul diistimewakan dengan upaya-upaya istimewa dan dioptimalkan pemanfaatannya dengan benar, seseorang akan bisa menggapai ketinggian derajat keimanan yang tidak bisa digapainya dengan amal bertahun-tahun di hari-hari biasa diluar Ramadhan. Disamping ia bisa menutup berbagai kekurangan dan kelemahannya dalam amal dan ibadah selama ini. Dan tersedianya momentum teristimewa seperti Ramadhan ini, adalah salah satu bagian terindah dari keluasan rahmat Allah, yang tentu wajib disyukuri, ya dengan apalagi kalau bukan dengan mengoptimalkan pemanfaatannya seoptimal-optimalnya.

Manusia adalah makhluk yang sangat lemah dan terbatas kemampuannya. Termasuk dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah yang beriman dan taat. Sehingga andai amal saleh setiap orang beriman itu ditimbang dan dinilai apa adanya sesuai kadar amal itu sendiri, maka tidak akan ada seorangpun yang bisa selamat dari neraka dan beruntung masuk surga, dengan hanya mengandalkan amal dan ibadahnya saja. Kecuali jika Allah melimpahkan rahmat-Nya dan mencurahkan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian, dan manusia itu diciptakan bersifat lemah” (QS. An-Nisaa’: 28).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِنْكُمْ بِعَمَلِهِ“، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ؟ قَالَ: “وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْل” (رواه مسلم).
”Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Berusahalah secara optimal, istiqamahlah, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak seorang pun dari kalian yang bisa selamat (dari ancaman siksa) hanya karena amalnya saja” Mereka bertanya: “Tidak juga Engkau, wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Ya, tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku” (HR. Muslim).

Adapun mengapa amal ibadah seseorang tidak akan cukup untuk diandalkan bisa menyelamatkannya dari ancaman siksa lalu untuk membawanya ke dalam surga, adalah karena tidak berimbangnya antara amal-amal itu dan tujuan-tujuan yang harus dicapai dengannya. Yakni amal-amal itu, jika dinilai apa adanya, tetap saja sangat sedikit sekali sehingga sama sekali tidak sebanding dengan tujuan-tujuannya. Pertama, karena amal-amal itu memanglah sangat sedikit, disebabkan faktor keterbatasan yang sangat terbatas dan kelemahan yang sangat lemah pada diri manusia ciptaan Allah. Dan kedua, yang jelas, adalah karena setiap amal yang dilakukan oleh seorang hamba mukmin, adalah dengan tujuan untuk mewujudkan minimal empat kebutuhan dan kepentingan besarnya dalam hidup, di dunia dan di akhirat. Dimana sebenarnya untuk tujuan memenuhi satu kebutuhan dan kepentingan saja, jika kita renungkan, rasanya sudah tidak cukup, apalagi untuk memenuhi keempat-empatnya semuanya sekaligus (?). Dan keempat tujuan dan sasaran amal tersebut adalah sebagai berikut (lihat pula: Sebandingkah Amal Kita? dalam: ustadzmudzoffar.wordpress.com):

Pertama, untuk memenuhi kewajiban syukur atas beragam nikmat Allah atasnya yang tidak terhingga;
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.. Dan jika kamu (hendak) menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat kufur (mengingkari nikmat Allah)” (QS. Ibrahim: 34)..
“Dan jika kamu (hendak) menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. A-Nahl: 18).

Kedua, untuk tujuan sebagai pengimbang dan sekaligus penghapus dosa-dosa yang mungkin juga tidak terhitung;
“(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu semua pada hari pengumpulan. Itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi (menghapuskan) kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar” (QS. At-Taghaabun: 9).
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi waktu siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (HR. Huud: 114).

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ” (رواه الترمذي وأحمد).
Dari Abu Dzarr ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: “Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauililah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Ketiga, untuk tujuan mendapatkan penjagaan, perlindungan dan penyelamatan dari bermacam ragam potensi dan ancaman keburukan atas dirinya, baik selama hidup di dunia, saat berada di alam barzakh, maupun utamanya untuk bisa selamat dari ancaman siksa neraka di akhirat kelak;

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَال:َ ” يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ” (رواه الترمذي، وقال: هذا حديث حسن صحيح).
Dari Ibnu Abbas berkata: Aku pernah berada di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada suatu hari, lalu beliau bersabda: “Hai ‘nak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat; jagalah (syariah) Allah niscaya Ia pasti menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya dihadapanmu (sewaktu-waktu). Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Ini adalah hadits hasan shahih).

“Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan Akhirat, suatu dinding yang tertutup (sebagai penghalang dan pelindung)”. (QS Al-Isra’ : 45).

Dan keempat, untuk tujuan menggapai rahmat, karunia dan pertolongan Allah dalam rangka memenuhi berbagai kepentingan dan kemaslahatan yang dibutuhkannya selama hidup di dunia ini, saat berada di alam kubur nanti, dan khususnya untuk memperoleh rahmat terbesar berupa ridha-Nya, surga-Nya dan nikmat puncak bisa melihat Wajah-Nya!
“ …… barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar; dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu; ……. dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS. Ath-Thalaaq: 2-4).

“Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sarana sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (QS. Al-Baqarah: 45).
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) melalui sarana sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 153).
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu kufur (mengingkari nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibraahiim: 7).

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan” (QS. An-Nahl: 97).
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal saleh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang disucikan dan mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 25).

Nah karena begitu sedikitnya amal-amal kita, dan karena begitu tidak sebandingnya amal-amal itu dengan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan besar yang harus diraih dengannya, maka setiap kita selalu butuh curahan rahmat Allah yang lain, yang bisa menjadikan amal-amal yang sangat sedikit dan biasa-biasa saja itu, menjadi bernilai sangat banyak, dan berpahala luar biasa. Dan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim telah dan senantiasa menyediakan rahmat-rahmat-Nya untuk tujuan ini, seperti juga rahmat-rahmat-Nya yang lain. Dan bentuk-bentuk rahmat yang berupa pelipatgandaan nilai dan pahala amal, sebenarnya amat banyak dan bermacam-ragam. Tinggal kita yang harus mencarinya, memilihnya dan memanfaatkannya, sebaik-baiknya.

Pertama, rahmat dan karunia Allah yang berupa pembedaan dalam kaidah penilaian dan balasan atau pembalasan antara amal baik dan amal buruk. Dimana dalam kaidah umum, setiap amal baik dilipatgandakan balasan pahalanya, sementara setiap amal buruk hanya dibalas dan dicatat sesuai kadar keburukannya, tanpa dilipatkan, kecuali untuk kemaksiatan-kemaksiatan atau kondisi-kondisi tertentu yang sangat terbatas.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً” (متَّفقٌ علَيْه).
Dari Ibnu Abbas radhilayyahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya (hadits qudsi), yang beliau sabdakan; “Allah mencatat (pahala) kebaikan dan (dosa) kejahatan, ” selanjutnya beliau menjelaskan; “Barangsiapa yang berniat (untuk melakukan) suatu kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan (karena udzur tertentu), Allah mencatatnya di sisi-Nya (pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya menjadi sepuluh kebaikan, hingga dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali, bahkan menjadi lipatganda yang banyak sekali (lebih dari itu). Sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan suatu kejahatan kemudian tidak jadi ia urungkan (karena sadar), maka Allah menulisnya disisi-Nya dengan (catatan pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan saja” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Kedua, adanya amal-amal tertentu (sebenarnya juga banyak) yang diistimewakan dengan balasan pahala berlipat-lipat tanpa batas. Seperti misalnya: sabar, puasa, menyantuni janda lemah dan fakir miskin, dzikir-dzikir tertentu, dan banyak lagi yang lainnya.
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ….. ” (الحديث، متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah Ta’ala telah berfirman: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku dan Aku Sendiri yang akan memberi balasannya (yakni tanpa mengikuti kaidah pelipatgandaan amal yang ada)….” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَحْسِبُهُ قَالَ: “وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang yang membantu wanita janda dan orang miskin, (nilai dan pahalanya) seperti orang yang berjihad dijalan Allah -aku mengira beliau bersabda: Dan seperti orang yang shalat malam tidak pernah henti dan seperti orang puasa yang tidak pernah berbuka (puasa terus menerus)” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai oleh Allah Ar- Rahman yaitu: Subhaanallahil-’adziim dan Subhanallah wabihamdihi.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Ketiga, sebenarnya amal apapun bisa bernilai istimewa dan berpahala ganda berlipat-lipat tidak seperti biasanya, yaitu dengan cara memadukan dua unsur atau faktor yang bisa meninggikan nilainya, yakni: faktor tingginya kwalitas amal dari aspek pelakunya, misalnya karena terpenuhinya keikhlasan yang istimewa; dan faktor ketepatan (baca: tepat) secara waktu, tempat, situasi, kondisi, dan semacamnya, sesuai kebutuhan dan tuntutan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ: “فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu dia merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke suatu sumur lalu minum dari air sumur tersebut. Ketika dia keluar didapatkannya seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata: “Anjing ini sedang kehausan seperti yang aku alami tadi”. Maka (diapun turun kembali ke dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan air dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia naik keatas lalu memberi anjing itu minum. Kemudian Allah-pun berterima kasih kepadanya, dan mengampuninya (untuk seluruh dosanya)”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dapat pahala dengan berbuat baik kepada hewan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Pada setiap makhluq hidup ada pahala” (HR. Muttafaq ’alaih).

Keempat, adanya tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu yang, sebagai bukti luasnya rahmat dan tak terbatasnya kemurahan Allah, telah dijadikan sebagai momentum-momentum teristimewa, dimana amal menjadi bernilai luar biasa, dengan kelipatan pahala yang istimewa atau bahkan super istimewa.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah) nilainya seribu kali lebih baik dibandingkan dengan (shalat di) masjid lain kecuali di Al Masjidil Haram (yang berkelipatan sampai seratus ribu kali, seperti dalam hadits lain)” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ“، يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْر.ِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” (رواه البخاري والترمذي وأبو داود وابن ماجة وأحمد).
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Tidak ada hari, dimana berbuat amal shalih lebih Allah cintai selain hari-hari ini”, yakni 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para shahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa termasuk jihad fi sabilillah (juga tidak bisa menandingi)?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Termasuk jihad fi sabilillah sekalipun (tidak bisa menandingi), kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali dengan sedikitpun dari keduanya (yakni lalu gugur sebagai syuhada’)” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dan salah satu momentum waktu teristimewa itu, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah momentum bulan suci Ramadhan, yang merupakan bulan paling istimewa, paling mulia dan paling utama. Karena Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhususkannya dengan beragam keistimewaan, berbagai kemuliaan dan bermacam-macam keutamaan serta kelebihan yang tidak terdapat di bulan-bulan yang lain.

Oleh karenanya, Ramadhan merupakan salah satu momentum paling istimewa dan paling utama, serta paling kondusif bagi kaum muslimin, secara individual maupun komunal, untuk melakukan upaya-upaya penempaan, perbaikan dan perubahan diri serta kehidupan dalam rangka mencapai tingkat keimanan, ketaqwaan dan keshalehan yang lebih tinggi, dan untuk menggapai derajat kepribadian mukmin-mukmin sejati yang diidam-idamkan. Dan untuk itu, maka berbagai faktor pendukungpun disediakan dan diberikan dalam bulan yang mulia dan penuh barokah tersebut, disamping faktor-faktor penghalang juga dijauhkan dan dihilangkan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ” (رواه النسائي وأحمد والبيهقي وصحّحَه الألباني).
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, -ia adalah- bulan berkah, Allah -Azza wa Jalla- telah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Di bulan itu pintu-pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup dan syetan-syetan pembangkang dibelenggu. Demi Allah di bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka berarti sungguh benar-benar ia telah terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. An-Nasaa-i, Ahmad, Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Ramadhan adalah bulan limpahan rahmat, curahan barakah, guyuran maghfirah, dan peluang teristimewa bagi pembebasan diri dari api Neraka.
Selama Ramadhan pintu-pintu ketaatan terbuka selebar-lebarnya dan peluang-peluang kebaikan tersedia sebanyak-banyaknya, sementara itu jalan-jalan kemaksiatan, keburukan dan kejahatan disempitkan sesempit-sempitnya. Dan ini merupakan salah satu faktor pendukung perubahan diri yang paling penting, dan yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin selama Ramadhan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ” (متَّفقٌ علَيْه).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu Surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu Neraka ditutup serapat-rapatnya, dan syetan-syetan pengganggu dibelenggu/dirantai seerat-eratnya” (HR.Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Pada malam pertama bulan Ramadlan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah. Dan Allah memiliki hamba-hamba yang terbebas dari api neraka, dan itu pada setiap malam (selama bulan Ramadlan)” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasaa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).

Maka, bulan Ramadhan – dengan keistimewaan spesial tersebut – adalah cermin terbaik dimana seseorang bisa melihat dan berhadap-hadapan face to face dengan jiwa dan dirinya sendiri tanpa campur tangan dan gangguan syetan yang selama ini selalu menjadi penghalang dan pengganggu utama, tentu dalam rangka muhasabah dan evaluasi diri menuju kepribadian Islami yang paripurna.

Begitu pula dengan demikian tersedialah, di bulan termulia ini, keleluasaan yang sangat langka bagi penempaan dan pembinaan diri serta masyarakat secara optimal, total dan integral, menuju perubahan dan reformasi hakiki sesuai dengan standar islami.
Selama Ramadhan, doa-doa dikabulkan, munajat didengar oleh Allah Ta’ala, tobat dan istighfar hamba-hamba pendosa diterima oleh Dzat Maha Pengampun dan Penerima tobat. Maka selama Ramadhan, dosa-dosapun berguguran, kecuali bagi orang-orang yang memang tidak ingin dosa-dosanya diampunkan.

Pahala amal dan ibadah dilipat gandakan, sampai-sampai ada satu malam diantara malam-malam istimewa Ramadhan, yang disebut Lailatul Qadr, yang keutamaan, fadhilah dan nilainya mengungguli amal selama seribu bulan.
“Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al-Qadr: 3).
Ibadah-ibadah di bulan Ramadhan terasa demikian nikmat dan lezat, sehingga semangat dan motivasi beribadah pun meningkat sangat mencolok, khususnya pada sepuluh malam terakhir, dimana disunnahkan beri’tikaf di masjid dengan berbagai rangkaian ibadah khususnya, sebagai upaya puncak untuk menggapai taqwa. Dan karena keistimewaan ini, bulan Ramadhan bisa menjadi parameter ibadah setiap orang beriman, baik secara kuantitas maupun kualitas!