"Welcome to my Blog"

Selamat datang di Blog saya. Bienvenue sur mon Blog. Willkommen in meinem Blog. Benvenuti nel mio blog. Welcome to my Blog. Bienvenidos a mi blog. Welkom op mijn Blog.

Senin, 14 Mei 2012

Pemuda Indonesia dan Bahasa

“Kami putra putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” (Petikan: Sumpah Pemuda)

BAHASA adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Maka kemudian kita mengenal bahasa sebagai lambang atau identitas suatu bangsa. Karena boleh dikatakan hanya bahasalah yang bisa menandai seseorang berasal dari bangsa mana, negara mana, suku apa, bahkan hingga puak (kaum) apa, dan inilah juga yang menggolong-golongkan mereka dalam bangsa-bangsa tertentu.

Di Indonesia telah ditetapkan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Sebuah bahasa dari rumpun Melayu yang kemudian mengalami banyak sekali proses sehingga membentuk kebakuan-kebakuan baru. Proses adopsi, transliterasi, dan berbagai proses lainnya telah membentuk bahasa Indonesia sebagai bahasa yang kompleks dan utuh serta memiliki khas tersendiri.

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia-dalam format baik dan benar-kemudian mengalami pergeseran yang lumayan jauh. Semisal dalam pergaulan sehari-hari, bahasa Indonesia pasar lebih banyak digunakan daripada bahasa Indonesia baku. Ini sebenarnya tidak salah, mengingat betapa perkembangan budaya menjadi penting untuk diikuti dengan meletakkan bahasa pada sifatnya yang elastis.

Betawi dan Sunda mengirimkan bahasa mereka ke tonggak tertinggi penggunaannya dalam pergaulan para muda saat ini. Mereka dibantu oleh pesatnya teknologi informatika yang sebagian besarnya dipegang oleh awak mereka. Kita tak asing lagi mendengar seseorang mengucap “gue, loe, gimana, jelasin” atau kata-kata lain yang seolah sudah baku dalam pergaulan. Bahkan kemudian banyak terlihat kita menertawakan orang-orang-para muda-yang menggunakan kata “saya, kamu, bagaimana, jelaskan” yang pada dasarnya memang baku sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar itu.

Ini juga tak salah, karena bahasa daerah-atau dialeknya-sendiri adalah pendukung bahasa Nasional, bahasa pendukung pembelajaran dan pendidikan di sekolah, dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah yang nantinya akan berfungsi juga mendukung perkembangan budaya Nasional. Namun, bila bahasa daerah ini kemudian lebih digdaya di atas bahasa Nasional, tentu saja ini akan berimbas tak baik dari satu sisi. Sebut saja bahasa Alay (gaul) yang penggunanya dari para muda sudah tak terhitung jumlahnya. Bahasa Alay atau disebut juga bahasa pop ini kemudian masuk dalam dunia tulis menulis, dan sebagian besar para muda lebih menyukai membaca ini lalu mengikutinya. Ini akan berbuntut pada penggunaan kaidah-kaidah bahasa yang rentan salah dan atau amburadul.

Belajar dari Restorasi Meiji.
Dalam Restorasi Meiji, sebagai tonggak bersejarah kebangkitan Jepang, proses yang pertama sekali dilakukan adalah menumbuhkan cinta dan bangga pada tanah air dan bahasa Jepang sendiri. Ini dilakukan atas dasar bahwa cinta tanah air dan bahasa adalah kekuatan yang mampu menyatukan bangsa Jepang yang saat itu masih tradisional, terpecah klan, dan tertinggal. Untuk mengawali kebangkitan mereka mulai dari menerbitkan buku-buku yang dan menerjemahkannya dalam bahasa Jepang. Hal ini membantu melejitkan angka pertumbuhan pengetahuan rakyat Jepang hingga mencapai sepuluh persen.

Kita perlu mencontoh Jepang dalam hal ini. Tanpa bermaksud menjadi polisi bahasa yang memagar kreativitas bangsa dalam mengadopsi, menerjemahkan, menyerap, atau memberikan sentuhan-sentuhan baru terhadap bahasa resmi, kita perlu menjaga polusi lain yang merebak dan mengancam kelestarian bahasa tersebut. Mengikuti perkembangan zaman itu perlu, namun tentu dengan berpatokan pada kaidah-kaidah resmi.

Pemuda adalah penentu perkembangan dan kemunduran bahasa. Sebagai penerus peradaban, maka pemuda berpengaruh penuh pada segenap hal yang menyangkut konsekuensi itu. Menggunakan bahasa dengan baik dan benar-spesifiknya dalam ranah kepenulisan dan juga sebagian dalam percakapan-tentu lebih baik untuk mendukung kelestarian dan perkembangan bahasa persatuan tersebut.

Pemuda bertanggung jawab atas rusak dan berkembangnya bahasa persatuan itu. Dalam perkembangannya, pemuda juga berfungsi menciptakan filter untuk menjaga kaidah dan mengembangkan kebakuan sesuai konteks yang dibutuhkan. Karena bahasa akan selalu mengalami kemajuan dan pembaruan, sesuai dengan sifatnya yang elastis, maka menyaring untuk mendapatkan hasil terbaik adalah hal yang perlu sekali dilakukan oleh para muda sehingga kemudian bahasa Indonesia yang sudah memenuhi sejumlah syarat untuk menjadi bahasa ilmu itu bisa terus lestari dan berkembang dengan baik.

Maka, memulai dengan bangga berbahasa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk menerjemahkan buku-buku asing, memperbanyak padanan kata asing, mengembangkan bidang keilmuan dalam bahasa Indonesia, serta mengangkat bahasa Indonesia ke panggung dunia adalah hal awal yang perlu dilakukan para muda Indonesia sendiri. Tentu hal tersebut dilakukan dengan tanpa merusak bahasa dan dengan mengembangkannya sesuai patokan dan kaidah yang konvensional.


T. Dhenny Farial Pratama, ST
Cementing Engineer  -  COSL Indo
Wakil Ketua Umum  -  DPP APPI
Staff Kelautan & Masyarakat Pesisir  -  DPP AMPI
Mantan Aktifis Mahasiswa  -  Universitas Trisakti, Jakarta
 

Belajar Seperti Kartini

Raden Ajeng Kartini, lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia adalah anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari ELS (Europese Lagere School) setingkat Sekolah Dasar, ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya.

Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya). Membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya.

Ia mulai mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajar tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Di tengah kesibukannya, ia tidak berhenti membaca, tetapi ia juga menulis surat berkorespondensi dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Berkat kegigihannya, Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”.

Pemikiran Kartini
Dari biografi singkat di atas, kiranya sangat beralasan mengapa demikian pentingnya sosok yang melekat pada diri Kartini, sehingga pemerintah berkepentingan untuk menetapkakannya sebagai Pahlawan Nasional, dan hari kelahirannya perlu dikenang dan diperingati. Menurut hemat penulis, terdapat beberapa catatan penting yang dapat kita pelajari dari sosok kehidupan, perilaku dan pemikiran Kartini:

Pertama, patuh dan taat pada orang tua. Sebagimana disebutkan dalam biogarifinya, kendati keinginan untuk melanjutkan pendidikan setamat ELS (Europese Lagere School) setingkat Sekolah Dasar, namun karena adat istiadat yang berlaku waktu itu belum lazim dan orang tuanya pun tidak memperkenankan dirinya untuk melanjutkan sekolahnya, maka Kartini pun memilih untuk besikap patuh dan taat atas keputusan yang diambil orang tuanya, yaitu menetap di rumah alias tidak melanjutkan sekolah. Hal ini mencerminkan pada kita, meski harus mengorbankan keinginan yang menggebu untuk melanjutkan pendidikannya, namun karena keputusan orang tuanya, Kartini lebih memilih sikap patuh dan taat kepada orang tuanya, artinya ia tidak ingin mendurhakai orang tuanya;

Kedua, pantang menyerah dan gigih berusaha dalam mengagapi cita-cita. Sejarah membuktikan, kendati berada dalam pingitan dan tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah formal, namun gelora hati Kartini untuk terus belajar tidak terhenti, cita-citanya untuk memajukan diri dan kaumnya (kaum perempuan) terus diupayakan melalui cara-cara yang dapat ia lakukan. Di antaranya dengan bertanya kepada ayahnya (RM Sosroningrat) dan berkorespondensi dengan teman-temannya di Belanda, terutama sekali dengan Mr JH Abendanon.

Sebagai seorang penulis dan pemikir, Kartini adalah sosok yang memiliki intelektualitas dengan kemampuannya mengemukakan gagasan-gagasan cemerlang seputar masalah sosial, pendidikan dan gender yang tidak cukup popular di zamannya. Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang), adalah judul buku dari kumpulan surat-surat RA Kartini untuk sahabat penanya Stella di Belanda yang dirilis pada 1911, begitu fenomenal dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia;

Ketiga, visioner (memiliki pandangan jauh ke depan). Dari hasil bacaan dan korespondensinya, muncul gagasan Kartini bahwa kehidupan kaum wanita harus maju sejajar dengan kaum pria. Untuk itu, maka kaum wanita pun harus belajar, tidak hanya mengurusi rumah tangga (dapur, kasur, dan sumur). Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa dan timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, yang waktu itu tergolong berada dalam status sosial yang rendah;

Keempat, memiliki kepedulian sosial. Ketidaksempatan Kartini untuk meneruskan belajarnya secara formal, termasuk kesempatan beasiswa yang tidak sempat dinikmatinya, ternyata tidak membuat sosok Kartini putus asa atau pun berdiam diri. Kartini lebih memilih berkompensasi melampiaskan cita-cita dan harapannya dengan bentuk yang positif dan konstruktif demi kemajuan kaumnya. Ia kumpulkan kaum perempuan di rumahnya. Ia ajari mereka membaca dan menulis. Ia berikan mereka ilmu pengetahuan, keterampilan dan wawasan;

Kelima, memiliki kepedulian terhadap kehidupan religius (Agama Islam). Hal ini jarang dicuatkan dalam sejarah, bahwa ternyata sosok Kartini adalah orang yang peduli pada masalah keagamaan (Islam) yang diyakininya. Padahal, dalam kehidupannya, Kartini adalah sosok yang peduli dengan ajaran agama Islam, hal ini terungkap dalam biografinya: “Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai. Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini juga menulis; “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah. (Teguh Setiawan, Republika, 1 April 2012).

Sebagai pelajaran

Penulis percaya, bahwa masih banyak lagi sisi-sisi lain dari kehidupan Kartini yang dapat kita petik sebagai pelajaran. Yang perlu dicatat adalah, bahwa dengan membaca dan menelusuri riwayat kehidupan, gagasan, pandangan, pemikiran, dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Kartini, maka wajarlah bila ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Karena kepeloporan dan ketokohannya memang layak untuk diteladani, untuk dijadikan contoh/teladan.

Kartini adalah tokoh emansipasi, motivator dan inspirator bagi kaum wanita khususnya, dan bagi kita semua pada umumnya. Banyak hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran dari Kartini. Namun, keberhasilan perjuangan RA Kartini dalam menegakkan hak kaum wanita Indonesia, pada kenyataan yang ada saat ini justru terbilang menyedihkan. Sebab kesuksesan yang telah diraih malah menjadikan sebagian besar wanita meninggalkan adat sebagaimana yang dicontohkan Kartini.

Lalu, masih adakah Kartini zaman sekarang? Tanggal 21 April yang dideru-derukan sebagai hari Kartini tentu bukan sekedar peringatan. Banyak harapan yang digantungkan pada para wanita lewat peringatan tersebut. Tetapi jika menilik jiwa Kartini pada zaman dulu dan ‘Kartini’ yang ada pada zaman sekarang, jelas telah memiliki perbedaan yang sangat kontras. Baik itu dalam hal gaya, karakter terlebih pada kepribadian.

Minggu, 06 Mei 2012

Sekularisme

SEKULARISME di kamus bahasa Indonesia artinya paham atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada agama. Tapi pengertian yang paling populer adalah paham pemisahan antara agama dan negara. Paham ini semakin populer dan semakin sering terucap oleh orang kita sekarang. Demikian juga kata-kata ini semakin menakutkan karena sering dituduh kepada orang-orang yang tidak disenangi.

Bila kita perhatikan secara seksama yang sering menuduh orang lain sekuler, sebenarnya dia sendiri melakukan hal yang sama. Kita ambil contoh, orang-orang yang tidak mau memberi sedekah karena hanya untuk pembangunan jalan atau rumah sakit karena dianggap itu urusan negara, bukan urusan agama. Orang tidak mau peduli dengan ilmu ekonomi atau tidak mau menganalisis perkembangan ekonomi umatnya karena itu masalah duniawi. Dalam aktivitas sehari-hari masih ada yang dianggap sebagai melaksanakan perintah Allah dan ada perintah dari negara.

Sebenarnya kekhawatiran akan terjerumus ke sekularisme itu bagus, cuma sayangnya pengertian sekularisme itu tidak utuh dipahami. Akibatnya mudah menuduh orang sembarangan. Padahal yang lebih penting lagi diperhatikan adalah sekularisme yang telah berkembang dalam kehidupan praktis yang awalnya berkembang di Barat dan sekarang sudah menjalar ke negeri-negeri muslim.

Sejarah terjadinya sekularisasi dalam kehidupan praktis di Barat sebenarnya belum begitu lama. Seperti kenyataan sekarang, selain telah terjadi kekosongan jamaah gereja, telah terjadi pula budaya seks bebas. Sampai tahun 1940-an masyarakat Barat masih menjaga moral yang berstandar agamanya. Gereja-gereja juga masih dipenuhi oleh jamaahnya. Kaum perempuan masih diwajibkan oleh orang tuanya memakai baju longdress. Belum ada yang berpacaran lalu berpeluk-pelukan bahkan berciuman di jalan.

Sejak terjadinya mobilitas masyarakat secara besar-besaran dari desa ke kota-kota terutama sekali untuk kegiatan bisnis dan juga sejumlah generasi muda yang melanjutkan studi ke kota-kota besar mulailah terjadi perubahan besar-besaran pada budaya mereka. Generasi muda yang kurang terdidik agama di desanya dan sampai di kota tidak ada pengawasan orang tua. Terjadilah tindakan-tindakan pergaulan yang tidak terikat dengan norma agama. Awalnya pergaulan bebas itu hanya sekadar keinginan memuaskan pergaulan sesama anak muda saja. Ketika agama dan budaya tidak bicara lagi masalah pergaulan bebas tersebut, lalu diambil peluang oleh para pebisnis menjadi komoditi perdagangan yang menarik. Bahkan selanjutnya budaya seperti itulah yang dibanggakan oleh masyarakat. Sehingga jika sekarang misalnya kita mengkritik mereka mengenai tari telanjang, mereka merasa heran. Karena tidak ada yang janggal menurut mereka. Tari telanjang juga dianggap salah satu seni yang dimiliki oleh manusia.

Demikian juga masalah hubungan laki-laki dan perempuan sebelum menikah. Mereka hampir menganggap itu wajib, karena untuk melihat apakah comfortable atau tidak  pasangannya. Mereka sangat khawatir setelah menikah akan terjadi ketidakcocokan bidang seks diantara mereka. Bahkan setelah menikah mereka masih saling menanyakan di antara teman mereka apakah mereka cukup puas dalam bidang seks dengan pasangannya.

Dalam masalah perkawinan ini sedikit pun tidak ada lagi campur tangan masalah agama, kecuali sebagian kecil saja yang ingin menikah di gereja. Mereka mencari pasangan sendiri dan kemudian berjanji bersama bagaimana mereka sepakati termasuk masalah warisan. Demikian juga dengan keturunan mereka. Kendatipun kita saksikan begitu banyak tokoh-tokoh sukses atau tokoh yang di kagumi, tetapi dibalik kehebatan itu begitu banyak anak muda yang rusak dan telantar karena faktor hubungan orang tua yang tidak terikat dengan norma agama dan budaya lagi.

Kenyataan seperti ini bukan tidak mungkin akan terjadi di negeri kita. Seperti diberitakan oleh surat kabar-surat kabar selama ini berbagai hal negatif telah menimpa para remaja dan anak muda di kota-kota kita, di Indonesia. Mulai dari kurang hormat terhadap orang tua, terhadap guru, ngebut-ngebutan di jalan, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, cabut sekolah sampai pada terlibat narkoba dan mesum. Peristiwa yang terakhir yang sempat mengejutkan kita semua adalah peristiwa menukar aqidah. Sejumlah generasi muda, mulai dari anak yang masih SMU sampai mahasiswa telah terpengaruh dengan ajaran Millata Abraham yang menurut kajian MUI tergolong ajaran sesat.

Kenyataan seperti ini andaikata tidak diantisipasi segera dengan cara yang permanen akan dapat mengakibatkan kota-kota di Indonesia, akan menjadi kota umat yang sesat dan penuh dekadensi moral. Apa yang dapat kita tunjukkan kalau generasi muda kita terdiri dari orang-orang sesat dan penuh dengan dekadensi moral?

Generasi muda adalah generasi penerus bangsa, generasi yang akan memimpin dunia selanjutnya. Jika kita mampu menanamkan aqidah Agama secara baik yang dapat memperkuat aqidah generasi muda kita, maka kita telah berusaha untuk menjaga generasi yang kuat dan tangguh pendirian. Mereka akan menjadi generasi yang tahan dari gempuran yang datang dari mana pun. Mereka akan menjadi generasi penyelamat umat dari godaan ajaran sesat.



T. Dhenny Farial Pratama, ST
Cementing Engineer  -  COSL Indo
Wakil Ketua Umum  -  DPP APPI
Staff Kelautan & Masyarakat Pesisir  -  DPP AMPI
Mantan Aktifis Mahasiswa  -  Universitas Trisakti, Jakarta

Harapan Rakyat Aceh - Serambi Indonesia

Harapan Rakyat Aceh - Serambi Indonesia

Sabtu, 05 Mei 2012

Renungan Kehidupan



Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji, “Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”
Sang Ustad pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”
“Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”


Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”


Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.


“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.


“Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.


“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”


“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”


“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”


Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.


Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.


Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!


Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”


Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”


Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.


Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”


Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?


” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini ”.


Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.


Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”


Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini……